Rabu, 27 Januari 2010

cerpen

Monday, January 25, 2010

Hari Pertama Atika Pergi ke Sekolah

Atika heran melihat teman-temannya pagi ini berdandan rapi. Dyah dan Dini, keduanya memakai pita-pita di rambutnya. Dua anak perempuan itu juga memakai rok yang dihiasi renda-renda di bawahnya. Dyah bahkan memakai sepatu warna merah yang biasanya hanya dikenakan bila diajak ayahnya melihat pasar malam.


“Kalian mau kemana?” tanya Atika

“Aku dan Dini mau sekolah”

Atika tertegun mendengar jawaban Dyah. Sekolah bukanlah kata-kata baru baginya. Di belakang kantor balai desa terdapat satu sekolah rakjat yang konon telah berdiri sejak jaman normal. Biasanya anak-anak yang lebih besar pada bersekolah disitu.

Dulu Atika berpikir sekolah itu bukan untuk dirinya dan teman-temannya. Dikiranya sekolah hanya untuk anak-anak yang ingin belajar menyanyi dan suka baris berbaris. Karena sering dilihatnya anak-anak sekolah pada latihan baris berbaris di lapangan. Jika dia lewat di dekat sekolah sering terdengar mereka sedang menyanyi bersama-sama dengan suara keras.

More we are together, together, together
More we are together, the happier will be




(sumber: idesign.com)



“Apa kalian ingin belajar menyanyi?” tanya Atika pada kedua temannya

“Iyah, aku ingin bisa menyanyi seperti sepupuku yang sudah sekolah sejak setahun yang lalu. Dia hapal banyak sekali lagu yang bagus-bagus” jawab Dyah

Lalu Dyah bercerita bahwa Ayah dari sepupunya itulah yang menyuruhnya bersekolah. Sebenarnya Si Paman yang tinggal di kota itu akan mengantar Dyah mendaftar ke sekolah. Namun karena sejak minggu lalu ada banjir kota, maka Paman harus menjaga rumahnya. Terpaksalah Paman membatalkan niatnya untuk mengantar dirinya ke sekolah.

Untungnya sewaktu berkunjung ke rumah Dyah bulan lalu, Paman sempat membuat surat pengantar untuk dibawa Dyah saat pergi ke sekolah. Rupanya surat itu sengaja dibuat Paman untuk jaga-jaga jika dirinya berhalangan datang untuk menemani Dyah.


“Surat itu apa? Apa dia bisa bicara seperti manusia? ” tanya Atika dengan kening berkerut karena heran Paman Dyah bisa diwakili oleh surat.

“Aku juga gak tahu. Katanya dia itu bisa bicara, tapi tidak terdengar suaranya dan anehnya orang yang diajak bicara bisa mengerti!” jawab Dyah sambil menunjukkan sepucuk surat yang terbungkus rapi dalam amplop

Atika tambah terheran-heran mendengar jawaban Dyah. Kertas itu tidak bisa bersuara tapi orang yang diajak bicara bisa mengerti?. Kok aneh yah?. Tiba-tiba saja Atika teringat pada ikan-ikan yang ada di kolamnya. Mereka juga tidak pernah bersuara, tetapi selalu kemana-mana bergerombol seperti sedang mengobrol. Mungkin surat itu berbicara seperti ikan, tidak terdengar suaranya tapi bisa dimengerti.


“Kata Paman kalau ingin bisa bicara dengan surat, kita harus sekolah” lanjut Dyah.

Mendengar penjelasan itu Atika jadi ingin ikut pergi ke sekolah. Ada apa saja di sana? Apa saja yang diajarkan sehingga mereka bisa bicara dengan surat?. Maka pagi itu Atika sambil bernyanyi-nyanyi riang membuntuti dua temannya berangkat ke sekolah.

Bebek adus kali
Kosokan sabun wangi
Bapak mundhut roti
Cah ayu diparingi

^_^

Ketika dua temannya masuk ke halaman sekolah, Atika tanpa ragu membuntuti di belakangnya. Saat keduanya masuk ke bangunan sekolah, Atika diam menunggu di luar. Semenit, dua menit, tiga menit hingga setengah jam mereka tidak juga keluar dari bangunan sekolah. Atika penasaran. Didekatinya pintu bangunan sekolah, lalu pelan-pelan dijulurkan kepalanya untuk melihat isi bangunan lewat pintu yang tidak tertutup.

Dilihatnya ruangan penuh dengan anak-anak yang sedikit lebih besar dari dirinya. Sebagian besar laki-laki, ada beberapa perempuan. Diantara mereka terdapat Dyah dan Dini yang duduk di bangku paling depan. Tangannya anak-anak itu terlipat rapi di atas meja, asyik mendengarkan seorang perempuan muda yang tengah bercerita. Cerita tentang Abunawas dan Raja Harun Al Rasyid. Satu tokoh dongeng favorit Atika yang sering didengarnya dari kakeknya bila beliau berkunjung ke rumah Atika.

Diam-diam Atika melangkahkan kaki memasuki ke ruangan. Kemudian berdiri di depan pintu sambil mendengarkan cerita perempuan muda itu. Tak terasa setengah jam berlalu kala perempuan itu selesai bercerita. Tiba-tiba pandangan matanya mengarah ke Atika.

Atika terkejut dipandangi oleh perempuan itu. Tapi kemudian dia tersenyum dan menganggukkan kepala tanda hormat pada orang yang lebih tua — seperti yang diajarkan ibunya. Perempuan itu mendekati Atika dan mulai bertanya

“Siapa namamu?”

“Atika Puspadewi”

“Berapa umurmu?”

Atika diam. Dia tidak tahu berapa umur dirinya. Tapi kata Ibunya dirinya dilahirkan pada tahun yang sama dengan Yuli anak Pak Mantri. Kemarin Yuli mengundang dia dan teman-temannya untuk pesta ulang tahun kelima. Jadi umurnya pasti juga lima tahun.

“Lima tahun Bu” jawab Atika dengan tangkas

“Panggil saja saya Ibu Guru” kata perempuan itu.

Kemudian Ibu Guru itu menyuruh Atika memegang telinga kiri dengan tangan kanannya dengan melewati bagian atas kepala. Ternyata tangan Atika belum cukup panjang untuk menyentuh telinga. Walaupun sudah dipaksakan, tak juga bisa menyentuh telinga. Tes sederhana ini biasa digunakan untuk mengetes kelayakan umur seorang anak untuk masuk sekolah. Namun hal itu nampaknya tidak dipermasalahkan oleh Ibu Guru. Perempuan dengan rambut berkepang dua itu malahan tersenyum, lalu bertanya pada Atika

“Kamu mau sekolah?”

“Mau Ibu Guru” jawab Atika dengan riang.

Ibu Guru mengambil sebuah buku besar, kemudian mengajukan serangkaian pertanyaan pada Atika.

“Kamu lahir tanggal berapa?”

Atika menggelengkan kepalanya. Tanggal dan tahun adalah dua hal yang tak pernah diperhatikan oleh dirinya. Dirinya hanya tahu jika Adik Bapak yang bekerja di Dinas Pengairan di kecamatan sering berkata ada tanggal muda dan tanggal tua. Kalau tanggal muda berarti banyak uang, namun kalau tanggal tua berarti saatnya berhemat atau berhutang beras pada Ibu Atika.

“Tadi kamu bilang umurmu 5 tahun. Hmmm berarti kamu lahir tahun 1947. Tanggalnya...emmm 1 Januari saja biar mudah diingat. Nah, mulai sekarang Atika, kalau ada orang bertanya tentang tanggal lahirmu, jawabannya adalah 1 Januari 1947” kata Ibu Guru sambil tersenyum.

“Siapa nama Bapakmu?”

“Pak Harjo” jawab Atika karena dirinya ingat nama itulah yang dipakai tetangga-tetangganya untuk memanggil bapaknya. Ibunya memanggil Bapaknya dengan nama Mas Har. Tapi Atika berpikir kalau nama bapaknya tentu bukan Har saja, tapi Harjo. Dulu ada juga tetangganya yang memanggil dengan nama Harjo Blantik. Blantik adalah sebutan untuk tukang jual beli hewan seperti sapi dan kerbau. Karena bapaknya sudah lama tidak lagi jual beli hewan, maka Atika menganggap tambahan blantik itu juga ikut hilang. Jadi nama Bapaknya cukup Harjo saja.

“Siapa nama Ibumu”

Atika kaget. Dia tidak pernah tahu nama Ibunya. Yang dia tahu, tetangga-tetangganya memanggil ibunya dengan nama Bu Harjo. Tapi Atika ingat Bapaknya Dyah bernama Kardiman, lalu Ibunya dipanggil Bu Kardiman, istrinya Pak Mantri dipanggil Bu Mantri, jadi nama yang dimaksud Ibu Guru pastilah bukan nama yang itu. Pastilah ada nama lain yang dipakai ibunya.

Kemudian Atika mencoba mengingat-ingat nama panggilan Ibunya. Bapaknya selalu memanggil ibunya dengan panggilan Neng. Nenek memanggil Ibunya dengan Neng Fat.Pamannya memanggil dengan panggilan Mbak Fat. Sementara Bu Lilik tetangganya, memanggil dengan nama Mbak Fatim.

Atika berpikir keras mencari-cari nama Ibunya sampai akhirnya dia teringat cerita Pak Kyai. Guru mengaji itu pernah bercerita tentang kedermawanan Siti Fatimah, putri Nabi Muhammad. Yah, pastilah nama lengkap Ibunya adalah Siti Fatimah seperti nama putri Nabi. Kemudian Atika teringat seorang tamu pernah kebingungan sambil keliling-keliling kampung untuk mencari orang bernama Siti Fatimah, yang ternyata yang dimaksud si tamu adalah ibunya. Jadi tak salah lagi nama ibunya adalah Siti Fatimah.

“Bu Siti Fatimah” jawab Atika dengan mantap.

“Nah Atika, mulai hari ini kamu bisa mulai sekolah. Datanglah ke sini setiap hari. Sekolah dimulai jam 7 pagi dan selesai jam 10 siang. Nanti setiap anak mendapat 1 buah buku dan 1 buah pensil. Setiap Jumat akan ada pembagian susu bantuan PBB. Ada juga majalah-majalah bergambar kiriman dari luar negeri yang boleh dipinjam. Di sekolah kamu akan belajar membaca dan berhitung biar jadi anak pintar” kata Ibu Guru

‘Apakah saya diajari cara bicara dengan surat Bu Guru?

Ibu Guru tertawa geli mendengar pertanyaan Atika.

‘Yah, dengan belajar membaca dan menulis kamu bisa bicara dengan menggunakan surat” jawab Ibu Guru

Atika tertawa senang, dia membayangkan sebentar lagi dirinya bisa bicara dengan surat. Dia bertanya-tanya dalam hati, apakah setelah bisa bicara dengan surat, dirinya juga bisa mengerti cara ikan-ikan berbicara?. Ah, tapi itu tak penting bagi Atika. Yang penting sekarang dirinya telah bersekolah dan dia senang sekali punya banyak teman-teman baru (Undil –2010).

tags: cerpen, cerita pendek, cerita anak, cerita hari pertama masuk sekolah



Read More and Comments......

Monday, January 18, 2010

Cerpen Kisah Perjalanan Amara dan Eyang

Amara Hilda terheran-heran ketika Eyang Putri (nenek) justru mengajaknya ke kebun saat dirinya minta diantar ke pasar untuk membeli jajanan. Tangan kanan Eyang memegang galah bambu, sementara tangan kirinya menuntun tangan gadis kecil berusia 5 tahun itu. Ada belasan pohon pisang yang berbaris rapi di sisi kanan kebun. Perempuan itu dengan cekatan bergerak mendekati satu pohon pisang yang buahnya nampak mulai menguning.

Eyang mempergunakan galah bambu untuk mengunduh pisang. Ujung bambu yang runcing itu ditusuk-tusukkan ke bagian atas batang pisang, tepat di bawah untaian buah yang satu dua telah berubah menjadi kuning. Tak berapa lama kemudian pohon pisang mulai merunduk, dan perlahan-lahan condong ke bawah hingga buahnya menyentuh tanah.


picassos-girl-with-dove
(paintingsilove.com)

Dengan gesit Eyang memotong tandan pisang dengan pisau yang tajam berkilat. Beberapa sisir pisang yang telah dipotong itu lalu dimasukkan ke dalam wadah anyaman bambu.

Berikutnya Eyang mengajak Amara melihat petarangan Si Blorok, nama ayam kampung betina peliharaan Eyang. Petarangan adalah tempat khusus yang disediakan Eyang untuk tempat bertelur ayam-ayamnya. Dihitungnya telur-telur yang ada di petarangan Si Blorok, ada 8 butir. Eyang mengambil 5 butir dan menyisakan 3 butir.

Eyang beralih ke petarangan Si Putih dan mengambil 4 butir telur. Pada petarangan Si Brintik, Eyang mengambil 6 butir telur. Dengan hati-hati telur-telur itu ditempatkan pada tempat telur berbentuk persegi dengan lekukan-lekukan yang masing-masing berukuran satu telur pada posisi berdiri.

“Kita jual pisang dan telur, nanti uangnya kita belikan barang-barang yang kau inginkan!” kata Eyang pada Amara

Amara mengangguk tanda setuju. Baru pertamakali ini dirinya membeli sesuatu dengan terlebih dahulu menjual sesuatu untuk mendapatkan uang. Heran dan senang berkecamuk dalam hatinya. Bagaimana rasanya yah mendapatkan uang dari menjual sesuatu?. Sebentar lagi dirinya bakal merasakannya.

^_^

Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke pasar. Eyang membawa pisang dan telur pada satu keranjang besar dari anyaman bambu yang ditenteng dengan tangan. Sementara Amara mendorong roda dorong mini yang berisi dua sisir pisang.


Eyang telah berkata pada Amara untuk belajar mendapatkan uang dengan tangannya sendiri. Amara-pun telah setuju dengan hati berbunga-bunga membayangkan akan mendapatkan uang dengan kerja sendiri. Makanya dia tidak mengeluh saat harus mendorong roda kecil bermuatan pisang menuju ke pasar.

Seorang tukang cukur menyapa Eyang tatkala mereka lewat di depan kiosnya. Amara dengan riang menceritakan bahwa dirinya sedang mencari uang untuk beli makanan kecil. Si Tukang Cukur tertawa senang mendengar kata-kata Amara yang penuh semangat. Katanya kelak bila cucunya telah seumuran Amara, akan dilatihnya mencari uang dengan sekali-kali membantunya membawakan bedak & handuk di kiosnya.

Seorang tukang sepatu menyapa Cucu dan Nenek itu kala mereka lewat di depannya. Eyang balas menyapa sambil menceritakan tentang Amara yang baru pertamakali akan menjual sesuatu ke pasar. Wajah tukang sepatu tampak terkejut, tapi kemudian tertawa melihat dua sisir pisang di roda dorong Amara. “Wah-wah semoga pisangnya cepat laku di pasar yah!” katanya sambil menepuk-nepuk kepala Amara. Gadis kecil yang bersekolah di TK itu tersenyum dan mengatakan bahwa dirinya akan menjual dua sisir pisang untuk mendapatkan uang buat jajan.

Ketika melintas di hadapan nenek tua yang berjualan beberapa buah pot tanah liat, Eyang berhenti sebentar. Dia duduk di depan nenek tua itu sambil bercakap-cakap. Sesaat kemudian Eyang mengeluarkan satu sisir pisang & dua butir telur, lalu mengulurkan pada nenek tua itu. Wajah nenek tua yang tadinya murung tiba-tiba berseri-seri sambil berkali-kali mengucapkan terimakasih pada Eyang.

Amara kaget, kenapa pisang dan telur yang akan dijual malahan diberikan pada nenek tua itu. Tapi Eyang tersenyum sambil menggandeng Amara meninggalkan tempat itu.

Sambil berjalan Eyang menjelaskan bahwa nenek tua itu telah berjalan sejauh 10 km sambil menggendong 5 buah pot bunga dari tempat pembuatannya. Pot-pot yang dia jual belum tentu laku dibeli orang, jadi Eyang memutuskan untuk memberikan pisang dan telur buat makan si nenek selama menunggu dagangannya. Nanti sepulang dari pasar, jika masih tersisa uang, Eyang juga bermaksud membeli dua buah pot yang dijual seharga 5 ribu rupiah itu.

Amara yang sebelumnya mau marah, berubah jadi sedih. Diam-diam air matanya menetes karena terharu atas kerja keras yang harus dilakukan nenek tua demi mendapatkan makanan. “Andai dia punya kebun pisang atau punya ternak ayam tentu tidak perlu berjalan jauh untuk mendapatkan uang” kata Amara dalam hati.

Berikutnya mereka melewati seorang penjual pakaian dan perlengkapan sehari-hari yang memajang dagangannya pada sebuah mobil pickup terbuka. “Sepuluh ribu tiga, sepuluh ribu tiga” teriak orang itu sambil mengacung-acungkan handuk pada orang-orang yang melintas di dekatnya. Beberapa orang nampak tertarik lalu melihat-lihat dagangan orang itu. Amara tampak juga tertarik lalu berbisik pada Eyang. “Yangti, murah banget handuknya. Ntar kita beli yah!”

Namun Eyang tersenyum lalu mengatakan bahwa sesuatu yang berharga murah tetap merupakan pemborosan bila Amara membelinya saat tidak membutuhkan. “Jangan lihat harganya mahal atau murah, tapi lihatlah apakah kita membutuhkan” katanya

Amara mengangguk-angguk tanda setuju. Dirinya memiliki lebih dari lima buah handuk. Jadi tidak butuh handuk baru lagi. Lebih baik uangnya buat keperluan yang lain saja.

Saat lewat di depan tukang ikan hias, terdengar teriakan-teriakannya menawarkan beberapa ikan koki mungil dalam plastik. Amara tersenyum karena teringat ada banyak ikan koki besar di kolam depan rumah nenek. Dirinya tidak membutuhkan ikan-ikan itu, tapi dia tertawa senang melihat ikan-ikan kecil yang lucu itu. Tangannya menepuk-nepuk plastik ikan dengan riangnya sampai-sampai si Tukang Ikan tertawa geli melihatnya.

^_^

Akhirnya sampailah mereka di pasar. Eyang mengajak Amara ke Tukang Pisang yang berada di pojok utara pasar. Satu demi satu pisang dikeluarkan dari tasnya. Disusul dua sisir pisang dari roda dorong Amara di berikan ke Tukang Pisang. Ada 9 sisir pisang yang ditawarkan kepada pedagang itu. Si Tukang Pisang nampak mengamat-amati pisang-pisang tersebut, sejenak kemudian dia menyebutkan harga untuk ke-9 sisir pisang.

Eyang nampak belum setuju dengan harga yang ditawarkan Tukang Pisang. Setelah tawar menawar sejenak, akhirnya mereka sepakat dengan harga pisang delapan ribu rupiah satu sisirnya. Berarti untuk 9 sisir pisang Amara dan Eyang mendapatkan uang 72 ribu rupiah.

Setelah itu Eyang mengajak Amara ke Tukang Jamu untuk menjual telur. Satu telur ayam kampung langsung dihargai 1500 rupiah oleh tukang jamu, sehingga dari 12 telur yang dibawa, mereka mendapatkan 18 ribu rupiah. Dengan demikian sekarang mereka berdua punya uang 90 ribu rupiah dari penjualan pisang dan telur. Eyang tampak berseri-seri sambil mengucapkan Alhamdulillah atas rizki yang dikaruniakan Allah pada mereka berdua.

Sejenak kemudian Amara telah diantar Eyang ke tukang jualan jajanan pasar. Namun kali ini Amara tidak bermaksud membeli banyak-banyak seperti biasanya. Dia berhitung dari dua sisir pisang yang dibawanya dia hanya mendapat 16 ribu rupiah. Jadi dia bermaksud membeli jajanan kurang dari jumlah itu.

Amara memilih dengan hati-hati makanan yang akan dibelinya. Tiap kali dia berhenti dan menghitung jumlahnya. Dibandingkannya dengan uang yang dihasilkannya. Setelah beberapa lama Amara telah membeli wajit, cenil, tiwul, gatot, kue pukis, grontol jagung dan gethuk. Semua makanan yang diinginkannya telah dibeli. Uang yang dikeluarkan tak lebih dari 10 ribu rupiah. Eyang tersenyum geli melihat tingkah laku Amara. Setelah Amara selesai berbelanja, Eyang membeli tambahan beberapa gethuk dan kue-kue untuk dimakan ramai-ramai di rumah.

Kemudian Eyang menggandeng Amara pergi ke tukang sayur untuk membeli sayur-sayuran, tempe, tahu dan satu butir kelapa yang telah diparut. Lalu mendatangi Tukang Beras untuk membeli ketan hitam dan kacang hijau untuk sarapan besok pagi.

Ketika berjalan di dekat seorang berkakinya lumpuh -- yang sedang duduk menunggui dagangan berupa sandal-sandal yang terbuat dari kayu -- Eyang menghampiri orang itu. Sesaat kemudian dipanggilnya Amara untuk mencoba sandal kecil dari kayu. Amara tampak gembira sekali mendapatkan sandal kayu yang telah dilukis warna-warni itu. Diam-diam dirinya tahu bahwa Eyang bermaksud menolong orang yang menjual sandal kayu itu. Dia membayangkan teman-teman orang itu di kampung pastilah menunggu dengan harap-harap cemas atas hasil penjualan sandal-sandal kayu buatan mereka.

Saat melewati masjid kecil yang terletak di sisi barat pasar, Eyang memanggil seorang kuli angkut dan menyuruh kuli itu untuk mencuci karpet masjid sambil mengulurkan uang 20 ribu rupiah. Si kuli tampak senang dan dengan cekatan mengeluarkan dua karpet dari dalam masjid dan mencucinya di sumur umum tak jauh dari masjid. Amara bermaksud ikut orang itu mencuci karpet, namun dilarang oleh Eyang karena bajunya nanti basah. Jadi Amara hanya mengamati orang itu mencuci karpet dengan mempergunakan sebuah sikat besar hingga nampak bersih, lalu menjemurnya.

Dalam perjalanan pulang Eyang mampir ke rumah seorang sahabatnya yang tinggal di selatan pasar, sambil membawa satu bungkus gethuk sebagai oleh-oleh. Sahabat Eyang itu berkata pada Amara bahwa mereka berdua telah bersahabat sejak kecil. Mereka pernah sama-sama merantau kala sekolah SGA di Jogja dan kini berkumpul kembali di kampung halaman. Belakangan ini mereka berdua tengah berencana membuat tempat penitipan bayi dengan biaya murah di pasar. Tujuannya untuk melayani padagang-pedagang kecil yang memiliki bayi, agar bayi mereka tetap ada yang memperhatikan pada saat ibunya sibuk berdagang.

Lima belas menit kemudian mereka berpamitan pada Ibu tua yang baik hati itu dan melanjutkan perjalanan pulang. Eyang menyempatkan diri mampir ke nenek tua pedagang pot bunga untuk membeli dua buah pot seharga 10 ribu rupiah. Rencananya Eyang akan mempergunakan pot itu untuk memindahkan cabe rawit yang ditanam di kebun belakang. “Biar lebih mudah dipetik bila di taruh di dekat dapur” kata Eyang pada Amara. Nenek tua penjual pot nampak berseri-seri melihat dagangannya dibeli.

Amara menggamit tangan Eyang, sambil minta Eyang memberikan lima ribu rupiah sisa uang penjualan dua sisir pisang untuk membeli satu buah pot bunga. Amara ingin mengambil beberapa melati yang wangi dari kebun belakang untuk ditanam di dalam pot itu. Si nenek tua tampak bahagia sekali melihat Amara membeli satu buah potnya yang tersisa. Dia bercerita bahwa beberapa saat yang lalu ada seorang Bapak yang membeli dua buah potnya, sehingga kini lima buah pot semuanya telah laku terjual. Hari ini dia bisa pulang cepat karena dagangannya telah laku semua

Amara terharu sampai meneteskan air mata melihat kegembiraan di wajah nenek itu. Baru disadari bahwa dirinya jauh lebih beruntung dibanding si Nenek tua yang sudah lanjut usia masih harus bekerja keras untuk mendapatkan uang. Sementara dirinya dapat hidup berkecukupan tanpa perlu berkerja. Amara juga takjub, bahwa sedikit saja bantuan dari dirinya sudah cukup untuk membuat nenek tua itu nampak bahagia sekali.

Amara dan Eyang melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Liburan kali ini benar-benar liburan yang istimewa buat Amara. Dirinya mendapatkan banyak pengalaman baru, mulai dari bagaimana mendapatkan uang, cara membelanjakan uang dan mempergunakan uang untuk menolong orang lain. “Kapan lagi yah aku bisa liburan sehebat ini?” kata Amara Hilda dalam hati (undil – 2010)

tags: contoh cerpen, contoh cerita pendek, cerita anak, cerpen



Read More and Comments......

Sunday, January 10, 2010

Cerpen Sang Kancil dan Gurita Raksasa

Sore hari ketika Sang Kancil sedang asyik masyuk berjalan-jalan seorang diri di tepi Pantai Samas yang curam. Hari ini dia merasa perlu mempelajari jenis-jenis rumput yang tumbuh di tepi pantai. Mungkin suatu saat rerumputan pantai bisa dijadikan bahan makanan kala persediaan makanan di hutan menipis.

Tatkala Sang Kancil tengah mengamati rerumputan berwarna merah, mendadak terdengar suara keras menggelegar memanggil-manggil namanya. “Hai, Sang Kancil, aku ingin nasehat darimu.........!!!”.



Gurita dan anaknya (gambar diolah dari designlaunches.com)


Kancil kaget mendengar suara keras dari arah laut. Dilongokkan kepalanya mencari-cari arah suara, dilihatnya seekor gurita raksasa bertepuk tangan agak jauh dari pantai. Delapan lengan Gurita itu bergantian menunjuk-nunjuk serentetan batu karang yang berjajar menjorok ke arah laut dan menyuruh Kancil berjalan menuju dirinya.

Dengan hati-hati Kancil melangkahkan kaki menuruni tebing pantai dan melompat ke batu karang tersebut. Tak berapa lama kemudian langkah Sang Kancil berhenti di ujung deretan batu karang, tepat di hadapan Gurita raksasa.


“Aku punya masalah dengan dua orang anakku’ kata Gurita terbata-bata. Sebelum mengungkapkan masalahnya Gurita mengakui bahwa dirinya sangat terkesan dengan kebijaksanaan yang ditunjukkan Sang Kancil di hutan. Kata Gurita, kebijaksanaan Kancil tatkala menghadapi para pemburu telah tersohor hingga ke dunia bawah laut, sehingga dirinya rela berminggu-minggu nongkrong di tepi pantai untuk menanti kehadiran Sang Kancil -- yang menurut kabar burung camar -- kadang-kadang terlihat sedang meneliti tumbuh-tumbuhan di tepi pantai.

Sesaat kemudian Gurita bercerita tentang dua orang anaknya yang selalu bertengkar untuk memperebutkan makanan yang diberikan induknya. Setiapkali dia membawa pulang ikan, udang atau kepiting, dua anaknya berebut untuk memakannya. Semakin lezat makanan, misalnya si induk mendapat mangsa ikan hiu, maka semakin hebatlah pertengkaran anaknya.

“Mengapa tidak kau bagi dua saja?” tanya Kancil

“Itulah masalahnya Mas Kancil" ujar Gurita


"Kalau makanan aku bagi dua, mereka berebut memilih bagian yang dianggap lebih besar. Padahal ukurannya sebenarnya sama, hanya terlihat lebih besar karena ada tulangnya. Jika si adik disuruh memilih terlebih dahulu, maka si kakak akan memilih bagian yang sama. Jadilah mereka bertengkar. Jika si kakak yang memilih terlebih dahulu, maka si adik ikut-ikutan ingin porsi yang telah dipilih akaknya. Pusinglah aku dibuatnya” lanjutnya

“Ah, namanya anak-anak, mereka hanya perlu diajari sedikit tentang keadilan” kata Kancil

“Wah, gimana dung caranya?”

“Gampang banget. Ntar kalau kamu pulang dari mencari makan, taruh semuanya di hadapan anak-anakmu. Kemudian suruh salah satu membagi makanan!” ujar Sang Kancil

“Waduh, apa nggak malah lebih repot lagi nantinya. Mereka pasti berebut ingin jadi yang membagi makanan agar dapat bagian yang lebih besar!”

“Yang membagi makanan tidak boleh memilih terlebih dahulu. Jika si kakak membagi, maka adiknya yang boleh memilih makanan hasil pembagian. Begitu juga sebaliknya. Dengan cara demikian si pembagi akan berusaha keras agar dapat membagi makanan dengan seadil-adilnya” urai Kancil sambil tersenyum.

“Wah ide yang brilian sekali Sang Kancil. Besok aku akan suruh anakku bergantian membagi jatah makanan. Kuharapkan dengan cara itu mereka tak akan bertengkar lagi’ kata Gurita sambil bertepuk tangan kegirangan dengan kedelapan lengannya.

Sang Kancil tersenyum melihat Gurita kegirangan. Didalam hatinya dia tahu persis bahwa ada banyak cara untuk memaksa makhluk seperti anak gurita untuk bersikap adil. Ada banyak cara yang bisa dipelajari dengan mudah untuk membuat mereka bersikap baik (undil- 2010)



Read More and Comments......

Pluralisme atau Toleransi?

Mulanya Romo Wage tidak keberatan Pak Wagu menitipkan buletin setiap hari Jumat untuk dibaca Jamaah Masjid setelah Sholat Jumat. Namun ketika suatu ketika Romo Wage membaca isinya, terperanjatlah dirinya.

Buletin yang dikemas cantik itu ternyata berisi propaganda orang-orang tertentu yang menganggap semua agama sama. Pada salah satu edisi buletin itu menyatakan bahwa Islam dan agama-agama lain sebenarnya menuju Tuhan yang sama, hanya cara ibadahnya saja yang berbeda-beda. Buletin itu juga menganjurkan Umat islam untuk memperlakukan Al Quran sebagai buku biasa yang bisa direvisi isinya disesuaikan dengan budaya masakini.

Tentu saja Romo Wage keberatan dengan propaganda sesat seperti itu. Dirinya berserta pengurus masjid lainnya telah bersusah payah merintis pendirian masjid untuk membina akidah masyarakat sekitar, kini tiba-tiba Pak Wagu datang dengan buletinnya untuk mengacak-acaknya.

^_^

Pluralisme pada awalnya didefinisikan sebagai eksistensi bersama berbagai kelompok atau keyakinan di satu waktu dengan tetap terpeliharanya perbedaan-perbedaan dan karakteristik masing-masing. Jika pluralisme didefiniskan sebatas toleransi seperti itu, maka tidak ada masalah dengan pluralisme.


Namun belakangan ini telah bermunculan definisi pluralisme yang berbeda dari bentuk awalnya, sehingga pengertian pluralisme menjadi rancu. Sebagian pluralis bahkan memasukkan paham relativitas kebenaran dalam pluralisme.

Paham relativitas kebenaran adalah keyakinan akan tidak adanya kebenaran mutlak yang diketahui manusia. Seorang relativis akan menerima kebenaran apa saja, karena tidak memiliki pendirian apapun. Dia akan menganggap semua agama itu sama-sama baik dan benar, serta tidak ada satu agama-pun yang boleh memonopoli kebenaran.

Menurut John Hick agama-agama hanyalah persepsi dan konsepsi manusia terhadap Tuhan dan perbedaan antar agama terjadi karena adanya perbedaan kultur di antara bangsa-bangsa. Bagi John Hick semua agama pada hakekatnya adalah sama, mereka hanya menempuh yang berbeda menuju Tuhan yang sama. Tentu saja paham ini sangat bertentangan dengan Islam yang mengajarkan bahwa Nabi Muhammad mengajarkan Islam berdasarkan wahyu dari Allah.

Diana L. Eck menyatakan bahwa pluralisme bukan sekedar toleransi antar umat beragama, bukan sekedar menerima pluralitas atau perbedaan, namun pluralisme adalah peleburan agama-agama menjadi satu wajah baru yaitu agama yang plural. Diana bahkan menyarankan agama-agama agar bersedia membuka diri dan menerima kebenaran yang ada pada agama lain karena bagi dia, setiap agama punya porsi kebenaran. Menurut Diana semua agama sama benarnya dan tidak ada agama yang lebih benar dari agama lain.

Ada lagi pluralis yang mengusung doktrin kesatuan agama-agama. Menurut Schuon agama dibagi menjadi dua, yaitu tingkat eksoterik (lahiriah) dan tingkat esoterik (batiniah). Pada tingkat lahiriah agama memiliki Tuhan, teologi & ajaran yang berbeda, namun pada tingkat batiniah agama-agama menyatu dan memiliki Tuhan yang sama yang abstrak dan tidak terbatas.

Dalam hubungannya dengan Islam, kini muncul kelompok pluralis yang menganggap semua konsep dan tatanan yang mapan dalam Islam adalah biang keladi kemunduran umat Islam (sebenarnya lebih tepat disebut kemunduran dunia timur dibanding dunia barat, karena bukan hanya orang Islam saja yang hidup di dunia timur).

Mereka beranggapan semua konsep dan tatanan yang mapan tersebut harus dirombak sedemikian rupa sehingga sesuai dengan perkembangan jaman. Tentu saja hal ini sangat erat kaitannya dengan ajaran pluralisme yang mencoba menyatukan agama-agama lewat doktrin-doktrin global yang berkembang di masyarakat barat.

Menurut mereka hal-hal yang diyakini secara tradisional oleh umat Islam harus disesuaikan dengan ide-ide global seperti doktrin hak asasi manusia, kesetaraan gender, sekularisme, humanisme dan ajaran modern lainnya. Karenanya banyak ajaran-ajaran kaum pluralis bertentangan dengan ajaran islam yang disebabkan penggunaan doktrin-doktrin tersebut sebagai patokan utama dalam memodifikasi aturan-aturan agama dan bukan berpegang pada kitab suci.

Ajaran pluralisme mennghadapi penolakan yang luas, karena tidak selayaknya firman-firman Allah yang mulia dirubah-rubah & dimodifikasi hanya untuk mengikuti doktrin orang barat yang kebetulan pada saat ini tengah mendominasi dunia. Misalnya soal homoseksualitas, selamanya homoseksualitas adalah sesat dan tidak dapat diterima dalam Islam, walaupun sebagian orang barat dapat menerimanya. Seperti halnya perjudian dan mabuk-mabukkan yang tidak akan pernah diterima dalam Islam.

Sebenarnya untuk mengharmonisasi keberagaman dapat dilakukan tanpa merubah keyakinan pemeluk agama. Langkah harmonisasi keberagaman hendaknya tidak mengutak-atik soal keyakinan. Cukup dengan mengatur hubungan antar umat beragama secara adminitratif, seperti pengaturan kehidupan bersama, saling membantu, dan kerjasama.

Lepas dari masih rancunya definisi pluralisme, lebih aman mempergunakan istilah toleransi dibanding pluralisme. Toleransi berarti menghargai penganut agama lain dan hak hidupnya. Sedangkan pluralisme dapat diartikan (paling tidak oleh sebagian penganutnya) sebagai ide penyatuan agama-agama yang pada akhirnya bukannya akan mengharmonisasi antar pemeluk agama, tetapi malahan menghancurkan agama-agama.

Ketika seorang pluralis mengklaim ajaran pluralisme adalah ajaran yang paling benar dan memaksa para pemeluk agama menganut pluralisme, berarti si pluralis hendak memaksa orang lain meninggalkan keyakinan akan kebenaran mutlak agamanya dan menggantinya dengan kebenaran mutlak pluralisme. Jika paham itu diikuti, maka agama-agama akan bergentayangan tanpa ruh karena telah tercabut dari ajaran yang menjadi karakteristiknya. Karenanya sangat tepat jika MUI menolak ajaran pluralisme.


Bacaan
1. Pluralisme yang Membingungkan
2. Toleransi atau Relativisme Pluralisme
3. Pluralisme Agama, Ancaman bagi Agama-agama

Read More and Comments......

Sunday, January 03, 2010

Sinetron tanpa Shooting: Ketika Hamtaro Lupa Mengedarkan Kencleng

Sayangnya setelah seminggu hanya 10 batang tanaman Kuping Gajah yang terjual. Lainnya tidak ada yang mau beli. Jadilah harapan Hamtaro untuk mengganti uang kencleng kembali menjauh......


^_^

Hamtaro menund
uk tatkala Pak Abija menasehati dirinya. Sebenarnya lebih tepatnya Pak Pengurus Masjid itu menguraikan akibat dari kelalaian Hamtaro untuk mengedarkan kencleng (kotak sumbangan) pada pengajian rutin bulanan.

Pengajian itu diselenggarakan setiap malam kamis pada minggu pertama setiap bulan. Biasanya pada setiap pengajian akan didapatkan dana sekitar empat ratus ribu rupiah yang berasal dari peserta pengajian yang berdatangan dari kampung-kampung sekitarnya.




picasso-two seated children (search.it.online.fr)

Malam itu adalah giliran Hamtaro untuk mengurusi pengedaran kencleng. Sialnya dia lupa untuk mengedarkan kencleng-kencleng itu. Pasalnya Hamtaro asyik menyimak pengajian yang disajikan dengan slide infocus dengan gambar-gambar menarik. Sesuatu yang jarang dilakukan orang di kampungnya. Sementara petugas lain yang menjadi pasangannya, yaitu Si Dorki, tengah pergi ke rumah nenek buyutnya di luar kampung. Alhasil pada saat pengurus pengajian menagih kencleng, Si Hamtaro gelagapan. Dirinya benar-benar lupa untuk menunaikan tugasnya itu.

Akibatnya pada acara pengajian kali ini panitia tekor. Biasanya setiap pengajian, setelah dikurangi biaya sewa sound system dan sewa terpal akan didapat pemasukan bersih tiga ratus ribu rupiah. Uang itu diperlukan sebagai tambahan biaya perawatan masjid, bayar listrik, dan membantu anggota pengajian yang sakit atau terkena musibah. Tapi kali ini jangankan menambah biaya perawatan masjid, malahan panitia harus mengeluarkan uang untuk menutup biaya perlengkapan pengajian.

^_^

Hamtaro melangkah gontai keluar masjid. Dirinya merasa sangat bersalah. Walaupun akhirnya Pak Abija memaafkan dan memaklumi kelalaiannya, tapi Hamtaro masih merasa malu. Diam-diam dia bertekad akan mengganti uang yang batal masuk gara-gara kelalaian dirinya. Tapi kemana dia bisa mencari uang?. Ketrampilan nyaris tak ada. Belum lagi tubuhnya belum cukup besar untuk meyakinkan orang yang akan memberi kerja padanya.

Akhirnya Hamtaro ambil peluang kerja yang paling mungkin dia lakukan setelah pulang sekolah. Dia menjajakan tenaganya untuk membersihkan halaman rumah tetangga-tetangganya. Terutama para tetangga yang tidak punya tukang kebun atau anggota keluarga yang bisa diandalkan tenaganya untuk merawat halaman rumah.

Setiap hari sepulang sekolah didatanginya tetangga-tetangga rumahnya. Untungnya ada saja tetangga yang mau menggunakan jasa Hamtaro. Jika tetangga satu kampung tidak ada yang mau, Hamtaro menawarkan diri ke rumah-rumah di kampung tetangga.

Dalam sehari, Hamtaro mampu membersihkan satu atau dua halaman rumah saja. Itu-pun telah memakan waktu hingga sore hari menjelang maghrib. Dari setiap jerih payahnya itu, Hamtaro mendapat upah lima sampai sepuluh ribu rupiah, tergantung si empunya rumah. “Tak apalah hanya segini. Sedikit-demi sedikit lama-lama jadi bukit” begitulah pikiran Hamtaro.

Sampai di suatu hari Hamtaro menawarkan jasa pada seorang Ibu yang memiliki rumah berhalaman luas di pinggir kampung. Ibu itu sangat suka menanam tanaman hias yang kini telah memenuhi halaman rumahnya. Namun Si Ibu yang tinggal berdua bersama seorang pembantu perempuan itu nampaknya kuwalahan mengurusi halaman rumahnya yang luas. Ada beberapa jenis tanaman hias yang tumbuh merajalela di halaman rumah. Diantaranya adalah adalah tanaman kuping gajah yang jumlahnya mencapai ratusan tanaman, yang memenuhi sepanjang pinggiran tembok rumah.

Hamtaro tertegun melihat ratusan tanaman Kuping Gajah yang tumbuh subur sampai meluber dari batas-batas berupa batu-batu yang disusun rapi di sepanjang pinggiran tembok rumah tersebut. Daun-daun yang lebar dan hijau legam itu seakan berlomba menjuntai ke arah halaman rumah. Puluhan tanaman bahkan telah keluar dari tempatnya dan menancapkan akarnya beberapa jengkal dari tempat yang menjadi peruntukannya. Sebenarnya hal itu menunjukkan bahwa Si Ibu rajin menyiram dan memupuk tanaman hias miliknya – hanya saja beliau tidak punya waktu untuk merapikan.

Si Empunya rumah dengan ringkas menjelaskan tugas-tugas yang harus diselesaikan Hamtaro. Pertama dia harus merapikan ratusan Kuping Gajah itu, mencabut tanaman-tanaman yang telah keluar dari batasnya dan memotong daun-daun yang terlalu rimbun. Si Ibu minta disisakan barang 50-60 batang tanaman saja, selebihnya diminta untuk dicabut dan dibuang ke jugangan (lubang pembuangan sampah yang digali di tanah). Rupanya si empunya rumah merasa bahwa tanaman-tanaman yang tumbuh merajalela itu telah mengganggu keasrian rumahnya.

Dengan cepat pikiran Hamtaro bekerja. Jika dirinya dengan hati-hati mencabuti Kuping Gajah itu satu demi satu, terus menanamnya pada polybag (kantong plastik untuk menanam tanaman), maka tanaman-tanaman yang akan di buang tersebut bisa dijual pada orang-orang yang suka tanaman hias berdaun lebar. Terbayang dengan hasil penjualan itu masalah uang kencleng akan bisa teratasi. Wah, tiba-tiba saja pemecahan masalah yang telah berminggu-minggu membayangi dirinya akan segera didapatkan.

Kemudian Hamtaro meminta ijin pada Ibu Si Empunya rumah untuk menanam tanaman-tanaman itu dalam polybag, dan bukan membuangnya. Si Ibu mengerutkan keningnya sejenak, lalu tersenyum dan mengatakan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan jika Hamtaro ingin memanfaatkan tanaman-tanaman itu.

Benda, Rinai dan Selasih, adalah tiga teman Hamtaro yang dengan senang hati membantu Hamtaro menanam tanaman-tanaman ke dalam polybag. Sementara Hamtaro sibuk mencabuti ratusan Kuping Gajah dengan hati-hati. Ada seratus polybag ukuran sedang yang dibeli dengan upah Hamtaro selama 2 minggu bekerja. Kini semuanya telah terisi oleh tanaman Kuping Gajah lengkap dengan tanah gembur yang banyak terdapat di halaman rumah.

Dengan mempergunakan gerobak dorong pinjaman dari Pak Tew, mereka berempat bergantian mengangkuti polybag yang telah ditanami Kuping Gajah ke halaman rumah Selasih yang tak seberapa luas.

Hari-hari berikutnya mereka menyambangi tetangga dekat maupun tetangga jauh untuk menawarkan Kuping Gajah-Kuping Gajah itu -- yang dijual seharga 5 ribu rupiah setiap batangnya. Sayangnya dalam seminggu hanya 10 batang tanaman yang terjual. Lainnya tidak ada yang mau beli. Ada banyak alasan yang diungkapkan orang yang tidak beli, diantaranya: tidak suka Kuping Gajah, tidak ada yang menyiram, lebih suka tanaman buah, dan halaman terlalu sempit untuk ditambah tanaman baru.

Jadilah Hamtaro dan ketiga temannya kecewa dengan kenyataan yang dihadapinya. Pastilah Hamtaro yang paling sedih. Bayangan pengganti uang kencleng kembali menjauh. Kini ada 90 buah tanaman Kuping Gajah yang belum terjual dan memenuhi halaman rumah Selasih. Tanaman-tanaman itu tak bisa berlama-lama dibiarkan di sana karena mengganggu aktifitas keluarga Selasih.

^_^

Akhirnya keempat anak itu memutuskan untuk menanam semua tanaman hias di halaman masjid. Ditambah dengan pakis, lidah mertua, krokot dan tanaman-tanaman lain -- hasil pembersihan dari halaman rumah Si Ibu-- yang saat ini masih teronggok di dekat sumur Selasih, mereka berempat setiap sore mulai menghias halaman masjid dengan menanam tanaman-tanaman hias tersebut. Kebetulan beberapa hari ini Hamtaro juga tidak mendapat job untuk membersihkan halaman rumah orang — sehingga mereka berempat dapat menghabiskan waktu untuk mendekor halaman masjid.

Hari kedua mereka menghias masjid dengan tanaman hias, tiba-tiba Benda teringat oleh mobil penjual tanaman hias yang pada sore hari suka melintas di jalan raya dekat masjid. Barangkali saja Bapak itu mau membeli Kuping Gajah dalam polybag. Jadilah mulai hari kedua mereka bergiliran berjaga di jalan raya dekat masjid untuk menghentikan mobil penjual tanaman hias.

Pada hari kelima seorang laki-laki membawa mobil bak yang mampir untuk Sholat Ashar di masjid. Sehabis sholat lelaki itu memperhatikan anak-anak yang sedang sibuk menanam Kuping Gajah. Matanya nampak berbinar-binar menatap tanaman yang daunnya lebar dan berwarna hijau legam itu. Kemudian dia mendekati Hamtaro dan teman-temannya.

Setelah ngobrol sana-sini Si Bapak menawarkan diri untuk membeli Kuping Gajah yang tersisa. Ternyata Bapak itu adalah penjual tanaman hias yang selama ini sering lewat di jalan raya dekat masjid. Rupanya pada sore hari mobilnya jarang diisi tanaman hias. Pantas Si Rinai yang sedang berjaga di pinggir jalan tidak menyadari bahwa mobil itu adalah mobil penjual tanaman hias.

Kata Si Bapak dirinya jarang melihat Kuping Gajah yang daunnya bisa selebar itu dan warnanya hijau kelam. Disanggupinya untuk membeli seharga sepuluh ribu rupiah sebatang. Hamtaro berteriak kegirangan. Masih ada lima puluh batang tanaman di rumah Selasih. Itu artinya dirinya akan bisa mendapatkan pengganti uang kencleng dari hasil penjualan tanaman.

Keempat anak itu sempat berdebat seru tentang tanaman Kuping Gajah yang terlanjur mereka tanam di halaman masjid. Sebagian ingin mencabutinya dan menjualnya pada orang itu. Sebagian yang lain menolak karena dengan lima puluh batang di rumah Selasih telah cukup untuk mengganti uang kencleng.

Hamtaro-lah yang paling ngotot untuk tidak mencabuti tanaman itu, karena dilihatnya halaman masjid menjadi sangat indah setelah dihiasi dengan tanaman hias. Setelah beberapa lama berdebat, diputuskan untuk membiarkan Kuping Gajah yang telah tertanam di halaman masjid. Lagipula mereka telah mendapat pujian dari beberapa pengunjung masjid karena keindahan yang muncul dari tanaman-tanaman itu. Malu-kan kalau tiba-tiba tanaman-tanaman itu menghilang karena dicabuti untuk dijual.

^_^

Hamtaro dan ketiga temannya melambaikan tangan ketika mobil Bapak penjual tanaman hias pergi meninggalkan halaman rumah Selasih sambil membawa lima puluh batang tanaman Kuping Gajah. Keempat anak itu berpandang-pandangan sambil tersenyum. Lima ratus ribu rupiah uang hasil penjualan tanaman hias itu cukup untuk mengganti uang kencleng. Hamtaro-lah yang paling senang. Ingin rasanya dirinya terbang secepatnya ke rumah Pak Abija untuk menyerahkan uang pangganti kencleng. Rasanya sangat puas dirinya berhasil mengatasi masalah dengan jerih payah sendiri dibantu teman-temannya (undil –2010).

tags:
cerita sinetron tanpa shooting, cerita anak, cerpen, cerita pendek

Read More and Comments......

Sunday, December 27, 2009

Kumpulan Cerita Lucu Bahasa Sunda

Tujuh bobodoran Sunda. Tujuh lelucon basa Sunda ini dikutip dari buku Ajib Rosidi yang berjudul Seuri Leutik, yang berisi banyak sekali humor-humor lucu dalam Bahasa Sunda. Ajib Rosidi adalah sastrawan senior yang pernah menjadi direktur Penerbit Pustaka Jaya dan menjadi Ketua IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia).

Sastrawan kelahiran Jatiwangi ini juga pernah menjadi guru besar tamu di Universitas Osaka, Jepang. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Perancis, Jepang, Rusia dan berbagai bahasa lain di dunia. Diantara karyanya adalah: Tahun-tahun Kematian (1955), Kandjutkundang (antologi cerpon jeung sajak, 1963) dan Ensiklopedi Sunda (2000), yang disusun selama kurang lebih sepuluh tahun.

Berikut ini adalah tujuh lelucon basa Sunda dan sedikit catatan kaki tentang lelucon tersebut dalam Bahasa Indonesia.


1. Henteu Bogaeun
Aram nyarita ka Udi, “Karunya ku si Badu, kakara tanggal 3 geus teu bogaeun duit sapuluh rebu sapuluh rebu acan”.

Naha nginjeum kitu ka ilaing?”

“Henteu. Ngan tadi basa dewek rek nginjeum duit ka manehna, cenah teu boga. Duit gajihna geus ambring.


2.Kabiasaan
“Ari maneh, naon sababna ari ditanya ngawalonna ku nanya deui?

“Naha henteu meunang kitu? Naon sababna?


3. Teu Kudu Dimandoran
Adil: “Euy silaing mah henteu kira-kira. Pamajikan disina migawe sagala rupa pagawean di imah sorangan bae: nyangu, nyeuseuh, sasapu, ngurus budak.... Ari ilaing kalah ulin teu uni!”

Diwalon, “Da pamajikan dewek mah geus hideng, henteu kudu dimandoran. Geus biasa sagala pagawean ditangkes ku manehna sorangan”.


4. Tolol
Gapur nyerenteng ka Tasim bari ambek, “Nanaonan maneh teh kamari carita ka dunungan yen dewek tolol?

Tasim, “alah punten bae. Sugan teh sanes rasiah!”


5. Nu Matak Henteu Dugul
Sastra ngagidig kaluar ti kantor, ditanya ku Bapa Kapala, “Rek ka mana, Sastra?”

“Bade dicukur,” walonna

“Naha dicukur dina waktu ngantor?”

‘Atuda buukna ge apan manjanganana dina waktos dines.....”

“Enya tapi apan henteu kabeh manjangan dina waktu di kantor, keur di luareun kantor oge buuk maneh teh terus manjangan”

“Nu mawi henteu didugulan.....” walonna bari terus ngingkig ka luar

6.Lamun
Neng Astri nganteuran tuang siang ka ramana anu ti isuk keneh ngedeluk nguseup di Talaga Sangiang.

“Kumaha Pa? Tos kenging sabaraha nguseup teh?” manehna nanya

Diwalon ku ramana, “Lamun anu ieu beunang serta ditambah tilu deui, poe ieu Bapa baris meunang opat.....”



7. Hayang Teu Gawe
Waktu keur ngilikan model komputer anu anyar, nu dagangna nyarita ka Tisna, “Model enggal teh. Upami ngagunakeun komputer model eta padamelan baris ngirangan satengahna”.

“Enya?”

“Leres pisan”.

“Ari kitu mah meser dua!”


Sumber cerita: Ajib Rosidi, 2008, Seuri Leutik, Kiblat, Bandung



Catatan kaki
1. Humor no. 1 adalah humor ironi, yang mengandalkan ironi kelakuan tokoh Aram yang lugu. Tokoh ini heran dan kasihan pada seorang temannya yang pada tanggal muda sudah tidak punya uang. Lucunya dia sendiri juga sama bokeknya karena mau pinjem uang dari orang yang dia kasihani.

2. Humor no.2 bercerita tentang orang yang punya kebiasaan balik bertanya bila ada orang yang nanya. Sebenarnya mirip dengan humor pertama yang mengandalkan ironi. Tokoh kedua memberi jawaban yang lugu banget saat ditanya tentang kebiasaannya itu.

3. Lelucon no. 3 bertumpu pada jawaban yang “salah sambung” dengan keinginan si penanya. Humor seperti ini bisa sangat lucu jika si penutur cerita bisa mencari topik yang pas bila diberi jawaban yang “salah sambung”. Bercerita tentang seorang teman yang "protes" karena si tokoh membiarkan sang istri bekerja keras sendirian di rumah. Namun jawaban si tokoh malahan tentang istrinya yang sudah bisa bekerja mandiri, tak perlu dimandori.

4. Lelucon ke-empat juga mengandalkan jawaban yang tidak nyambung dengan maksud si penanya. Namun karena pilihan settingnya bagus, jadi kelihatan lucu banget. Humor ini bercerita tentang seseorang yang protes karena si tokoh bilang ke bosnya bahwa dia tolol. Jawaban si tokoh justru tentang bahwa dia tidak tahu kalau ketololan si teman adalah sebuah rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain.

5. Kelucuan humor no. 5 bertumpu pada jawaban yang ngeles. Pilihan topiknya bagus dan bersifat novel (baru), maka jadilah sebuah humor yang lucu banget. Ceritanya tentang seorang pegawai yang ingin potong rambut pada jam kerja, alasannya bertambah panjangnya rambut juga terjadi pada saat jam kerja.

6. No. 6 masih tentang jawaban ngeles dari si Bapak terhadap pertanyaan anak yang ternyata bisa jadi humor lucu karena sangat pas ketika diterapkan pada topik memancing ikan. Ceritanya si Bapak belum dapat ikan, tapi dia berkata pada anaknya bahwa bila pancingan kali ini dia dapat satu ikan dan ditambah nanti dapat tiga ikan lagi, berarti hari ini dia akan mendapat 4 ekor ikan. Humor jenis ini sudah sering diceritakan orang, namun bila topiknya novel (baru) masih akan terlihat lucu.


7. Humor terakhir ini sebenarnya temanya sangat dalam, yaitu menggambarkan sindrom “overestimated pada teknologi”. Dianggapnya dengan komputerisasi tidak ada lagi acara entry data, alias tinggal duduk-duduk saja pekerjaan otomatis beres. Jika topik ini digali lebih dalam lagi akan dihasilkan humor-humor baru yang lebih lucu. Lelucon ini bercerita tentang komputer teknologi baru yang bisa mengurangi pekerjaan hingga setengahnya. Namun hal itu diartikan oleh si tokoh, bila dia beli dua berarti dia tak perlu kerja lagi (Undil, 2009)

tags: bobodoran sunda, cerita lucu bahasa sunda, humor, lulucon basa sunda, review humor


Read More and Comments......

Wednesday, November 25, 2009

Trilogi Kampung Pengundang Ular .: Tragedi Negeri Pemuja Kebebasan

Begitu besarnya penentangan dari penduduk -- tidak membuat Kepala Kampung mundur dari tekadnya untuk memberi kebebasan seluas-luasnya kepada bangsa ular untuk berkeliaran di dalam kampung. Hal itu dianggapnya sebagai bentuk penghormatan terhadap kebebasan para ular. Dari situlah semuanya berawal......



Trilogi Kampung Pengundang Ular
(gambar dari www.boston.com)


Trilogi Bagian Pertama .: Kampung Pengundang Ular :. Tahun Kegelapan

Walaupun mendapat tantangan dari penduduk, Pak Kepala Kampung memutuskan untuk membiarkan ular berkeliaran di dalam kampung seperti tuntutan para pengundang ular. Menurut dia, ular punya hak untuk hidup di dalam kampung dan tak boleh diusik oleh siapapun.
Cerita selengkapnya...



Trilogi Bagian Kedua .: Kampung Pengundang Ular:. Titik Terang

Akibat kekalahan kelompok penentang dalam pemungutan suara, para pengundang ular seperti mendapat angin segar. Mereka bisa bebas berpesta pora dengan para ular tanpa gangguan dari penduduk kampung.
Cerita selengkapnya...


Trilogi Bagian Ketiga .: Kampung Pengundang Ular :. Sawan Ular Pelangi

Diantara banyak jenis ular baru -- Ular pelangi adalah ular yang paling populer -- walaupun belakangan terbukti bahwa ular tersebut menyebarkan penyakit aneh yang mengerikan. Bagian-bagian tubuh penderita penyakit akan jatuh berceceran akibat keganasan virus ular pelangi. Penyakit tersebut ditularkan antar manusia melalui jarum suntik yang dipakai berulang kali.

Gara-gara ular itulah biaya pengobatan di tabib menjadi mahal -- karena raja memutuskan jarum suntik hanya boleh dipakai satu kali -- sebagai antisipasi penularan penyakit yang dibawa ular pelangi. Sedangkan jarum suntik kerajaan di masa itu mahal sekali karena terbuat dari emas.Mahalnya biaya berobat kemudian memicu ketidakpuasan di seluruh negeri. Usaha menggalang kekuatan mulai terjadi. . Cerita selengkapnya...


tags: cerpen, cerita pendek, cerita pendek asyik banget, cerita sarat makna, contoh cerpen, contoh cerita pendek, liberalisme, national condom week, cerita pendek tentang demokrasi tanpa batas, sosialisasi demokrasi, kebenaran mutlak, relativitas kebenaran,
cerita pendek tentang pluralisme, cerita pendek tentang penyakit kutukan

Read More and Comments......

Saturday, November 21, 2009

Puisi Cinta Penerang Jiwa

Duhai cinta
yang apinya membakar laksana keringkan lautan
yang dinginnya membeku laksana padamkan matahari
yang rindunya mendalam laksana tenggelamkan Himalaya
Kini singgah di Hatiku
menggurita dan mencengkeram
coba membuatnya remuk redam
pecah dan berceceran
lalu beterbangan bak serpihan-serpihan
jiwa tak berdaya
Duhai cinta jangan begitu
Ini duniaku bukan duniamu
Akulah yang pegang kendali dan
bukan dirimu
Sebesar apapun dirimu
pasti lebih besar jiwaku
Sesuci apapun dirimu
pasti lebih suci firman Ilahi
Cinta jangan ragu tunduk dan mengabdi padaku
karena jalan cinta tak selalu suci
sedang aku akan membimbingmu ke jalan Ilahi
yang suci dan lebih indah dari sekedar cinta (undil-09)



Puisi Cinta Penerang Jiwa (sumber gambar: boston.com)

Read More and Comments......

Monday, November 16, 2009

Cerita Sang Kancil dan Sekelompok Pemburu

Alkisah sekelompok pemburu ternama berkemah di tepi hutan. Pemburu ini sudah sangat terkenal kelihaiannya dalam menembak mati binatang buas dan binatang-binatang besar. Sudah belasan hutan yang kehilangan seluruh macan, singa, gajah, badak, banteng, gorilla dan bahkan kijang akibat ketrrampilan mereka dalam menembak. Tak terhitung berapa puluh ribu buaya yang telah mereka bantai di sungai-sungai yang mengalir di dalam hutan.



Seekor Kelinci (sumber gambar: livingart.co.uk)

Namun kali ini mereka nampaknya bakalan gagal. Sudah berhari-hari ini para pemburu tidak berhasil memasuki hutan nan lebat itu. Baru beberapa ratus meter saja -- gelapnya hutan yang tertutup rindangnya daun-daun pohon-pohon besar yang telah berusia ratusan tahun, tanah yang licin dan tumbuhan menjalar yang malang melintang di tanah membuat para pemburu itu selalu gagal masuk ke dalam hutan.

Akhirnya mereka memutuskan berkemah sambil mencari cara untuk dapat merintis jalan ke dalam hutan.
Setelah dua minggu berpikir keras untuk menerobos hutan akhirnya terbersit dalam benak mereka untuk memanfaatkan para penghuni hutan.

Selama berhari-hari para pemburu dengan seksama mendengarkan percakapan binatang-binatang kecil seperti marmut, kelinci, tikus dan burung-burung yang sering mencari makan di tepi hutan. Sampai para pemburu itu tahu bahwa bintang paling dibenci di hutan itu adalah macan yang gemar mengganggu binatang lain. Kebencian umum pada si macan inilah yang akan dimanfaatkan para pemburu untuk mendapatkan binatang yang bersedia menjadi penunjuk jalan.

Pertama disapanya segerombolan kelinci yang sedang merumput di tepi hutan. Ditawarkannya jasa untuk memburu macan yang selama ini mengganggu para penghuni hutan. Mereka bersedia menembak macan tanpa bayaran dengan syarat ada binatang yang bersedia menuntun para pemburu agar bisa masuk ke dalam hutan.


Bukan main senangnya hati kelinci mendengar tawaran itu. Terbayang dalam benak kelinci, hilangnya para macan akan membuat hutan menjadi lebih aman. Belum lagi nama harum yang akan didapatkan para kelinci karena berjasa memusnahkan para macan.

Namun kelinci tidak langsung menyetujui permintaan para pemburu. Terlebih dahulu mereka minta pertimbangan pada binatang paling berilmu dan paling bijaksana di hutan. Dialah sang pemimpin sejati para binatang, yaitu Sang Kancil.



Walaupun bertubuh kecil, Sang Kancil adalah hewan yang paling dihormati di hutan raya yang keras ini berkat kebijaksanaannya. Para binatang hutan sadar betul bahwa mereka tidak akan mampu melawan kekuatan asing yang hendak merambah hutan tanpa bantuan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang telah belasan tahun dipelajari oleh Sang Kancil.

^_^

Setelah mendengar penuturan para kelinci, Sang Kancil bangkit dari duduknya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya karena heran dan takjub akan banyaknya siasat yang dimiliki sekelompok pemburu itu untuk memasuki hutan. Sejenak kemudian dia menjawab pertanyaan para kelinci. Dikatakannya bahwa sekali para pemburu dituntun ke dalam hutan, mereka akan memburu semua binatang hutan yang dianggap bermanfaat bagi mereka..

Awalnya mereka hanya akan memburu para macan yang dianggap sebagai makhluk pengganggu oleh para penghuni hutan. Namun setelah berhasil merintis jalan setapak di dalam hutan, selanjutnya mereka akan memburu kijang, sapi hutan, kambing, gajah dan bahkan burung-burung akan diburu untuk dijadikan binatang peliharaan. Hal itu telah mereka lakukan di hutan-hutan lain yang kini menjadi hutan mati karena hampir semua binatangnya habis diburu.

Para kelinci terkejut mendengar dampak yang akan timbul bila mereka memberi petunjuk jalan bagi para pemburu. Dalam hatinya mereka merasa sangat menyesal mengharap pujian karena mengundang kekuatan musuh untuk membasmi sesama penghuni hutan. Kini para kelinci bertekad untuk membiarkan masalah dalam hutan dipecahkan oleh para penghuninya, tanpa minta bantuan pada musuh karena justru akan menjadi masalah baru bagi para binatang.

Diam-diam kelinci akan minta bantuan tawon endhas yang terkenal kedahsyatan sengatannya – untuk mengusir para pemburu agar tidak ada lagi penghuni hutan yang terbujuk oleh rayuan mereka (undil – 2009)

tags: cerita kancil, cerita anak, cerita pendek, cerpen, cerita psikologi, cerita kelinci

Read More and Comments......

Sunday, November 08, 2009

Virus Onkogenik

Virus ini merupakan salah satu pemicu terjadinya kanker. Virus onkogenik adalah virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang mempengaruhi proses onkogenesis. Onkogenesis adalah hasil akumulasi berbagai perubahan genetik yang mengubah ekspresi atau fungsi protein yang penting dalam pengendalian pertumbuhan dan pembelahan sel. Virus onkogenik saat menginfeksi sel dapat menyebabkan mutasi proto-onkogen sel menjadi onkogen.



sumber gambar: bioscience.org


Proto-onkogen adalah gen normal sel yang dapat berubah menjadi onkogen aktif karena terjadinya mutasi atau mengalami ekspresi yang berlebihan (menghasilkan onkoprotein dalam jumlah berlebihan).


Onkogen adalah istilah untuk gen yang bisa menginduksi satu atau beberapa sifat karakteristik sel kanker. Gen tersebut dapat berupa gen virus atau gen sel yang bila dimasukkan ke dalam sel yang sesuai, secara sendiri atau bersama gen lain dapat merubah sifat sel normal menjadi sifat sel ganas.


Gen Pengendali Tumor (Tumor Supressor Gene) adalah gen yang bila mengalami inaktivasi (menjadi tidak aktif) akan menyebabkan pembentukan tumor. Tumor adalah istilah untuk perbanyakan sel yang tidak normal. Kanker adalah sebutan untuk tumor yang ganas.

Pada saat virus menginfeksi sel, dia berintegrasi ke dalam sel menjadi provirus yang akan mengganggu Gen Pengendali Tumor atau merubah ekspresi proto-onkogen yang normal. Akibat perubahan itu sel menjadi memiliki karakteristik sifat-sifat sel yang tertransformasi.

Diantara sifat-sifat sel tertransformasi adalah

1. Dapat tumbuh tidak terbatas (disebut immortal)
2. Kebutuhan faktor pertumbuhan berkurang
3. Kerapatan tinggi
4. Hilangnya sifat contact inhibition (perbanyakan sel normal akan berhenti pada saat sel tersebut kontak dengan sel lain)
5. Bentuk sel berubah

Bila sel masih memiliki sifat contact inhibition, sel tersebut akan menghentikan perbanyakannya saat bertemu dengan sel lain. Hilangnya sifat tersebut menyebabkan sel tumbuh terus, sel dapat berpindah ke jaringan atau organ lain (metastasis), dan menyebarkan pertumbuhan kanker.

Sifat-sifat lain dari sel kanker adalah mensekresi protease, mensekresi faktor pertumbuhan yang menstimulasi perbanyakan sel endotel kapiler di sekitarnya (angiogenesis), gagal berdiferensiasi (perbanyakan sel terus menerus) dan tidak mengalami apoptosis (kematian) meskipun terjadi kerusakan DNA sel.

Onkoprotein adalah produk dari gen onkogenik yang dapat memberi sinyal pada sel untuk melakukan transformasi sehingga sel tersebut akan memperbanyak diri secara tidak terbatas. Perbanyakan tak terkontrol ini bila disertai beberapa mutasi lainnya, bisa berujung pada pembentukan sel kanker. Onkoprotein dapat berupa protein normal yang diproduksi dalam jumlah melebihi produksi normal, namun kebanyakan berupa protein yang telah berubah dari protein normal.


Onkoprotein dapat digolongkan dalam 8 kategori:

1. Faktor pertumbuhan peptida (peptida adalah komponen penyusun protein)
2. Reseptor faktor pertumbuhan di membran plasma atau sitoplasma (reseptor adalah istilah untuk penerima)
3. Protein G (protein yang diregulasi oleh GTP)
4. Reseptor membran dengan tirosin kinase / dengan aktifitas treonin-serin kinase
5. Protein kinase sitoplasma dengan aktifitas tirosin kinase / dengan aktifitas serin-treonin
6. Protein pengikat DNA yang berfungsi sebagai aktifator transkripsional / mendorong replikasi RNA (catatan: pada proses sintesis protein, DNA ditranskripsi menjadi mRNA, selanjutnya protein disintesa berdasar kode-kode pada mRNA tersebut).
7. Siklin (memicu aktifitas protein kinase)
8. Protein yang menghambat protein pengendali tumor.

Onkoprotein hampir seluruhnya memiliki fungsi dalam berbagai jalur transduksi sinyal yang dimulai dari sebuah sinyal dan berakhir dengan transkripsi (proses awal produksi protein) maupun replikasi DNA (proses penggandaan DNA). Onkoprotein akan mengambil alih regulasi normal dari sel dan mengirimkan sinyal terus menerus yang mengaktifkan ekspresi gen dan progresi melalui siklus sel (progresi tumor adalah istilah untuk akumulasi mutasi pada sel-sel pada sebuah populasi tumor, yang berakibat kenaikan kecepatan pertumbuhan dan keganasan sel).

Aktifitas onkoprotein tersebut akan meningkatkan peluang terjadinya mutasi proto-onkogen dan gen pengendali tumor. Semakin banyak proto-onkogen menjadi onkogen, regulasi sel semakin tidak terkendali. Demikian juga dengan semakin banyaknya gen pengendali tumor yang rusak akan semakin banyak jalur transduksi sinyal / mekanisme regulasi siklus sel yang tidak berfungsi dengan baik (undil - 2009)

bahan bacaan:

Bahan Kuliah Onkogenesis dan Transformasi oleh Virus, T. Mirawati Sudiro, Bagian Mikrobiologi FK-UI

William Stansfield, Raul Cano, Jaime Colome, 2006, Schaum Easy Otline, Biologi Molekuler dan Sel, Penerbit Erlangga, Jakarta.


tags: farmasi, mikrobiologi, kanker, virus onkogenik, tulisan ilmiah populer

Read More and Comments......

Puisi Perang Suci di Gaza

Kala perang suci tak terelakkan
musuh menyerang
dengan senjata tak terbilang
kalian bertempur
dengan senjata sekedarnya di tangan
Mereka berperang
dengan perut kenyang
Kalian sudah lama sekali
sulit menemukan makanan



Gadis Palestina berdemonstrasi (gambar: cctv.com)

Tapi perang kalian beda dengan mereka!

Bila mereka perang
untuk mendapatkan tanah jarahan
kalaupun mati, hanya mati demi materi
(hiks! sungguh sedih Perang demi Materi)
Kalian bertempur demi kemerdekaan
Kalian berjuang mengakhiri penjajahan
Kalian ditemani ribuan malaikat bertasbih
Kalian dirindukan para penghuni langit
Kemenangan berarti kemerdekaan
Kematian-pun janji kemuliaan di alam keabadian

Mereka betempur penuh ketakutan
hati berkerut-kerut karena takut mati!
Kalian bertempur gagah berani, tidak takut mati!
Mereka sungguh ngeri dengan keberanian kalian
karena jiwa-jiwa mulia sungguh menakutkan
bagi jiwa-jiwa lemah yang berkerudung kegelapan
Bagi mereka kematian adalah jalan kehinaan
Mati demi sejumput tanah rampasan
sungguh kehinaan yang tak terlukiskan

Memperingati penjajahan Israel atas Palestina 1947-2009
Tribute to Pemerintahan Hamas di Jalur Gaza - Palestina


Read More and Comments......

Sunday, November 01, 2009

Dongeng Banteng Puisi, Banteng Penyanyi, Banteng Pantomim, Banteng Drama dan Seekor Macan Lapar

Alkisah kerukunan empat ekor banteng muda sudah tersohor ke seluruh padang rumput. Mereka berempat kemana-mana selalu bersama, makan rerumputan bareng, minum di telaga bareng, main ke bukit dago bareng, tamasya ke pantai bareng, pokoknya mereka berempat seolah-olah tidak terpisahkan.



sumber gambar: boston.com


Kebersamaan keempat ekor banteng itu tentu saja membuat Macan tidak berkutik menghadapi mereka. Walaupun Macan sedang lapar berat, dia sama sekali tidak berani mengusik banteng-banteng itu karena begitu Macan mendekat, keempat banteng langsung ambil posisi saling membelakangi dengan tanduk yang besar terarah ke depan siap menerjang perut Macan tanpa ampun.

Persahabatan mereka telah menjadi legenda di padang rumput dan sering dijadikan contoh oleh keluarga kijang, keluarga jerapah dan keluarga kelinci saat menasehati anak-anaknya yang suka berantem. “Lihatlah keempat banteng, itulah contoh binatang yang rukun, bersatu sehingga menjadi kuat. Macan-pun takut pada mereka”.

Walaupun selalu bersama-sama, ternyata cita rasa seni keempat banteng berbeda. Banteng Penyanyi adalah banteng tertua yang suka menyanyi. Dimana-mana dia suka mempraktekkan hobbinya itu untuk menghibur para penghuni hutan. Dia paling senang jika sedang berada di tepi telaga karena nyanyiannya akan diringi dengan orkestra suara katak. Suara katak yang bersahut-sahutan sangat serasi mengiringi nyanyiannya yang merdu mendayu. Tak heran banteng ini sering mengajak ketiga temannya main ke tepi telaga.

Banteng kedua adalah Banteng Puisi. Banteng ini senang sekali menciptakan puisi-puisi yang indah lalu membacanya dengan cara yang tak kalah indahnya. Ekspresi wajahnya, tinggi rendah suaranya, dan nada suaranya benar-benar sangat ekspresif menggambarkan puisi-puisinya yang banyak berbicara tentang persahabatan dan keindahan padang rumput. Berikut ini contoh puisinya.

Kala mentari senja menyapa
Sungguh indahnya cakrawala

Duniaku menguning disorot cahaya
Namun semua itu keindahan buat mata
Aku ingin ada juga keindahan bagi jiwa

Yaitu senyummu wahai sahabat setia
Hadirnya akan hangatkan perjumpaan kita

Tempat favorit bagi Banteng Puisi adalah di Bukit Dago. Di situ ada sebuah titik dimana bila Banteng membaca puisi, suaranya akan menjadi sangat keras dan bergema begitu indahnya karena dipantulkan oleh dinding-dinding jurang yang berada di sekelilingnya. Karenanya Banteng Puisi paling sering mengajak ketiga rekannya ke Bukit Dago.

Banteng ketiga adalah Banteng Pantomim. Banteng ini suka sekali melakukan pantomim meniru gerak-gerik binatang hutan. Dari mulai burung nuri, gajah hingga semut ngangkrang & tengu dengan sangat mudah ditirukannya. Bahkan Banteng Puisi bisa menirukan gerakan awan dan hujan dengan sangat miripnya, sehingga memukau para penghuni padang rumput.

Lokasi favorit Banteng Pantomim adalah Batu Gede, sebuah batu besar datar di tengah padang rumput tempat dia dengan leluasa memperagakan pantomimnya dan dapat terlihat jelas oleh para penghuni padang rumput. Waktu paling tepat adalah sore hari saat matahari berada di barat. Saat itu bayang-bayang tubuhnya akan terlihat besar dan indah di dinding bukit yang ada di timur Batu Gede. Makanya Banteng Pantomim sering mengajak ketiga sahabatnya main ke Batu Gede di sore hari.

Banteng Drama adalah Banteng yang suka berakting. Dia paling suka berkumpul dengan sesama binatang penggemar akting untuk berlatih drama. Banteng Drama paling sering mengajak ketiga sobatnya untuk kumpul bareng para penggemar akting dari berbagai jenis binatang, dari landak, kera hingga anjing hutan. Apalagi bila menjelang pementasan, Banteng Drama tak bosan-bosannya mengajak kawan-kaannya untuk menemaninya latihan drama.

^_^

Agaknya perbedaan selera itu telah menjadi masalah bagi mereka. Jadwal mereka seringkali bentrok yang membuat mereka harus saling mengalah. Hari ini Banteng Drama & Banteng Penyanyi mengalah dan mengikuti keinginan Banteng Puisi dan Banteng Pantomim untuk berlatih. Hari berikutnya giliran ketiga banteng mengalah untuk menemani Banteng Drama seharian berlatih drama untuk pentas minggu depan. Begitu seterusnya mereka saling mengalah sampai akhirnya keempat banteng merasakan mereka tidak bisa maksimal dalam mengembangkan hobbynya. Makanya mereka memutuskan menghadap Sang Kancil yang bijaksana.

Beberapa minggu ini keempat banteng rajin menyambangi rumah Sang Kancil di kaki bukit. Para penghuni padang rumput mulai berbisik-bisik. Mereka mengira keempat banteng sedang berasaha menjadikan Sang Kancil sebagai pendamai agar mereka tetap bersatu.

Namun setelah beberapa minggu berlalu keempat banteng mulai terlihat berpisah, tidak lagi bersama-sama. Kadang-kadang terlihat mereka berdua saja, atau hanya bertiga, bahkan kadang-kadang terlihat masing-masing sendirian dengan kegiatannya. Tentu saja hal itu membuat para binatang menjadi cemas. Mereka terlanjur menyuruh anak-anak mereka mencontoh para banteng dalam menjaga kerukunan. Segera saja berita buruk itu tersebar ke seluruh padang rumput.